Filtra per genere

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756AM

Menebar Cahaya Sunnah

3829 - Khutbah Jumat: Janji Allah Untuk Orang Yang Bertakwa
0:00 / 0:00
1x
  • 3829 - Khutbah Jumat: Janji Allah Untuk Orang Yang Bertakwa

    Khutbah Jumat: Janji Allah Untuk Orang Yang Bertakwa ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 18 Ramadhan 1445 H / 29 Maret 2024 M.







    Khutbah Jumat: Janji Allah Untuk Orang Yang Bertakwa



    Janji Allah untuk orang-orang yang bertakwa sangatlah banyak di dalam Al-Qur’anul Karim. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam Surah At-Talaq misalnya,



    …وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا ‎﴿٢﴾‏ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ…



    “Siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan berikan padanya jalan keluar dari kesulitan hidupnya. Dan Allah akan berikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Talaq[65]: 2-3)



    Allah juga berfirman,



    …وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا



    “Siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah jadikan urusannya mudah.” (QS. At-Talaq[65]: 4)



    Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam Al-Qur’an juga bagaimana keistimewaan orang-orang yang bertakwa, bahwasanya orang yang bertakwa itu adalah wali-wali Allah. Allah berfirman dalam Surah Yunus,



    أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ



    “Ketahuilah wali-wali Allah tidak akan merasa takut dan tidak akan merasa bersedih hati di hari kiamat nanti.” (QS. Yunus[10]: 62)



    Siapa mereka itu?



    الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ



    “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertakwa kepada Allah.” (QS. Yunus[10]: 63)



    Bahkan orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah. Allah berfirman,



    …إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ…



    “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian yaitu yang paling bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Hujurat[49]: 13)



    Penduduk negeri yang bertakwa kepada Allah, Allah bukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Allah berfirman,



    وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ



    “Kalaulah penduduk negeri itu semua beriman dan bertakwa kepada Allah, Kami akan bukakan pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami timpakan adzab Kami disebabkan perbuatan mereka.” (QS. Al-A’raf[7]: 96)



    Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjanjikan bahwa sehebat apa pun makar dan tipu daya orang-orang kafirin, itu tidak akan pernah membahayakan orang-orang yang senantiasa bertakwa. Allah berfirman,



    … وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا…



    “Jika kalian terus bersabar dan terus bertakwa kepada Allah, niscaya tidak akan membahayakan tipu daya mereka kepada kalian (walaupun makar mereka bisa menghancurkan gunung sekalipun).” (QS. Ali ‘Imran[3]: 120)



    Ini karena Allah senantiasa bersama orang-orang yang bertakwa, Allah akan bela orang yang bertakwa, Allah akan tolong orang yang bertakwa, Allah berfirman,

    Fri, 29 Mar 2024 - 11min
  • 3828 - Keterampilan Meyakinkan Remaja

    Keterampilan Meyakinkan Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 15 Ramadhan 1445 H / 26 Maret 2024 M.







    Kajian Tentang Keterampilan Meyakinkan Remaja



    Keterampilan meyakinkan yang dimaksud di sini adalah keterampilan mempengaruhi orang lain untuk mengarahkannya. Ada hadits nabi yang berbunyi,



     إِنَّ مِنْ الْبَيَانِ لَسِحْرًا



    “Sesungguhnya di antara retorika itu ada yang pengaruhnya seperti sihir.” (HR. Abu Dawud)



    Yaitu bisa menyihir seseorang hingga mengikuti kata-kata kita tanpa dia sadari. Ini sebuah keterampilan yang harus kita pelajari.



    Demikian pula, ketika kita menghadapi anak-anak remaja, kita tahu ayat yang berbunyi,



    لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ…



    “Tidak ada paksaan dalam agama.” (QS. Al-Baqarah[2]: 256)



    Agama ini tidak perlu dipaksa-paksa. Masing-masing orang tentunya bertanggung jawab atas dirinya, dan kewajiban kita hanya menyampaikan saja. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,



    … فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ…



    “Sesungguhnya kewajibanmu hanya menyampaikan.” (QS. Ar-Ra’d[13]: 40)



    Akan tetapi, ketika berhadapan dengan anak, kadang-kadang kita tidak berdaya untuk bagaimana agar dia mau yakin terhadap apa yang kita katakan lalu mengikuti apa yang kita instruksikan. Maka perlu keterampilan meyakinkan mereka.



    Sebagaimana sabda nabi di atas, bahwa di antara kata-kata itu ada yang pengaruhnya seperti sihir, bisa menyihir seseorang sehingga mengikuti kata-kata kita. Seperti seorang yang dihipnotis, lalu dia menuruti kata-kata yang menghipnotisnya, itu memang ada, dan pengaruhnya memang nyata.



    Kita mempengaruhi pikiran mereka untuk mengikuti instruksi kita, hingga dia yakin apa yang kita sampaikan dan mau melakukan apa yang kita suruh. Barangkali sebagian kita memiliki kemampuan untuk berbicara dan pada saat yang sama memiliki kemampuan untuk mendengar dengan baik, seperti yang kita bahas pada bab-bab sebelumnya, namun kadang-kadang itu belum cukup untuk mempengaruhi atau merubah remaja itu ke arah yang kita harapkan. Penyebab dari hal tersebut adalah kelemahan dan kurangnya kemampuan kita untuk meyakinkannya. Lalu bagaimana caranya agar bisa meyakinkan mereka?



    Ketika kita ingin mempengaruhi pandangan, keyakinan, dan perilaku seseorang, apalagi ini remaja yang sifatnya dinamis, maka kita perlu sadar bahwa tempat meyakinkan itu letaknya di hati, bukan paksaan dari luar. Artinya, nabi mengatakan,



    أَلا إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً



    “Ingatlah, hati adalah panglima dari semua anggota tubuh manusia.”



    Maka kalau ingin menaklukkan seseorang, taklukkan hatinya, dan itu yang dilakukan setan sebenarnya kepada manusia. Yang dilumpuhkan oleh setan adalah hati. Karena hati yang akan memerintahkan untuk melakukan atau tidak melakukan. Krena kalaulah dia mau melakukan apa yang kita perintahkan dengan keterpaksaan, itu tidak akan bertahan lama, bahkan nanti kontranya mungkin lebih dahsyat. Banyak anak-anak yang seperti itu; di depan orang tuanya dia melakukan dengan keterpaksaan, di belakang orang tuanya dia melakukan 180 derajat dari apa yang ditunjukkannya di depan orang tuanya.
    Thu, 28 Mar 2024 - 56min
  • 3827 - Diharamkannya Merendahkan Seorang Muslim

    Diharamkannya Merendahkan Seorang Muslim adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 15 Ramadhan 1445 H / 26 Maret 2024 M.



    Kajian sebelumnya: Larangan Tajassus







    Kajian Tentang Diharamkannya Merendahkan Seorang Muslim



    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,



    بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِمَ



    “Cukuplah bagi seorang merupakan satu keburukan baginya ketika dia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)



    Hadits ini menjelaskan tentang sebuah sifat yang buruk, yaitu menghinakan, merendahkan, dan meremehkan saudaranya sesama muslim. Hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui segala hal tentang hamba-hambaNya. Kita terkadang membanggakan dan menomorsatukan diri kita, lalu menganggap sesama muslim sebagai orang yang rendah atau terbelakang daripada diri kita. Ini adalah perbuatan yang jelek dan buruk. Maka jangan sampai seorang muslim melebihkan dirinya dan merendahkan orang lain.



    Para Salaf dahulu adalah contoh orang-orang yang rendah hati dan tawadhu. Padahal mereka adalah orang-orang yang shalih dan bertakwa kepada Allah. Di antara mereka mengatakan, “Seandainya dosa adalah sesuatu yang ada baunya, maka tidak akan ada manusia yang mendekati diriku.” Ini menunjukkan bahwa mereka rendah hati.



    Bahkan, ada di antara Salaf yang berdoa di hari Arafah, “Ya Allah, janganlah Engkau mengharamkan ampunan dan kebaikanMu kepada hamba-hambaMu yang datang di Arafah ini hanya karena dosa yang aku lakukan.” Mereka selalu merendahkan diri.



    Kita yang sering membicarakan Manhaj Salaf sudah seyogyanya menjadi contoh yang baik di tengah masyarakat dalam akhlak yang mulia, rendah hati, dan tidak merasa diri yang paling tinggi ilmunya. Orang yang rendah hati bukan berarti terhina; sebaliknya, orang yang tawadhu akan ditinggikan derajatnya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.



    Hadits berikutnya:



    Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,



    لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ!



    “Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya ada seberat atom kesombongan.”



    Maka seorang sahabat bertanya, “Sesungguhnya seseorang senang kalau bajunya bagus, sepatunya juga bagus, apakah ini termasuk kesombongan?” Maka nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,



    إنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الجَمَالَ، الكِبْرُ: بَطَرُ الحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ



    “Sesungguhnya Allah Maha Indah, dan Allah menyukai keindahan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim)



    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian kajian yang penuh manfaat ini.



    Download MP3 Kajian









    Wed, 27 Mar 2024 - 1h 08min
  • 3826 - Keutamaan Surah Al-Fath

    Keutamaan Surah Al-Fath adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah tematik oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 14 Ramadhan 1445 H / 25 Maret 2024 M.







    Kajian Tentang Keutamaan Surah Al-Fath



    Telah mengabarkan kepada kami [Isma’il] ia berkata, Telah mengabarkan kepadaku [Malik] dari [Zaid bin Aslam] dari [ayahnya] bahwasanya; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berjalan di sebagian safarnya. Dan Umar bin Al Khaththab pernah berjalan bersama beliau di suatu malam, kemudian Umar bertanya tentang sesuatu, namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menjawabnya. Kemudian Umar bertanya lagi, dan beliau tidak menjawabnya. Lalu bertanya lagi, tetapi beliau tidak menjawabnya. Maka [Umar] pun berkata, “Merugi sekali engkau Umar, engkau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai tiga kali, tapi semuanya tidak dipedulikan.” Kemudian Umar berkata; “Maka aku gerakkan Untaku sampai berada di depan manusia, dan aku khawatir Al-Qur’an turun tentangku. Aku tak peduli suara teriakan.” Umar melanjutkan, “Sungguh, aku khawatir Al-Qur’an turun tentangku. Maka aku segera mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu mengucapkan salam kepada beliau. Beliau bersabda,



    لَقَدْ أُنْزِلَتْ عَلَيَّ اللَّيْلَةَ سُورَةٌ لَهِيَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ ثُمَّ قَرَأَ إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا



    “Sesungguhnya telah turun kepadaku di malam hari, surat itu yang lebih aku sukai, daripada terbitnya matahari.’ Kemudian beliau pun membacakannya pada kami: ‘INNAA FATAHNAA LAKA FATHAN MUBIINAA (QS. Alfath).” (HR. Bukhari)



    Surah Al-Fath merupakan surah yang sangat agung yang turun kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits ini, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullahu Ta’ala.



    Mencela diri sendiri



    Seseorang bisa marah pada dirinya sendiri dan mencela dirinya sendiri. Umar Radhiyallahu ‘Anhu berjalan bersama Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di suatu malam. Umar bertanya kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak dijawab. Umar tidak marah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Umar mencela dirinya sendiri dan marah pada dirinya.



    Umar berkata, “Akilatka ummuka, merugilah engkau, wahai Umar.” Kemudian faedah yang kedua, tidak menjawab ghair lilahatiaslahatin li Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam lamallahu ahu Alaihi wasall ahsan ak lakinlahu allibahu, inam yakun hunakaun ini faedah yang kedua, tidak menjawab pertanyaan orang lain karena ada sebuah maslahat, jadi boleh tidak menjawab pertanyaan orang kalau ada suatu maslahat.



    Tidak menjawab pertanyaan karena ada maslahat



    Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya oleh Umar, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menjawabnya. Padahal kita sama-sama tahu bahwa Umar merupakan sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah setelah Abu Bakar. Dan kita tahu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah nabi yang paling bagus akhlaknya. Akan tetapi ada maslahat yang menuntut beliau tidak menjawab di sini.



    Kita yakin bahwa Rasul tidak menjawab karena tentunya ada maslahat tertentu. Walaupun mungkin kita tidak tahu udzurnya. Jadi tidak semua pertanyaan itu harus di jawab,
    Wed, 27 Mar 2024 - 51min
  • 3825 - Talbis Iblis Terkait Syathah atas Kaum Sufi

    Talbis Iblis Terkait Syathah atas Kaum Sufi ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 14 Ramadhan 1445 H / 25 Maret 2024 M.







    Kajian tentang Penyimpangan Kaum Sufi Terhadap Doa



    Syathah adalah sesuatu yang lemah dan kurang. Namun yang dimaksud di sini adalah perkataan yang diucapkan oleh seseorang yang dalam kondisi seperti tidak sadar, berupa kata-kata yang receh, konyol, atau ngawur. Mungkin kita semua pernah mendengar ungkapan dari mereka, seperti “Aku tidak berharap masuk surga dan tidak takut masuk neraka”. Ini disebut sebagai sebuah perkara syathah.



    Mungkin orang yang mengucapkannya tidak tahu apa yang diucapkannya, tidak tahu apa kandungan perkataan kalimat yang terlontar dari lisannya, dan bisa jadi itu adalah kata-kata yang kufur. Tapi begitulah karena kejahilan. Sebagian orang kadang-kadang meracau dan mengatakan kata-kata yang konyol dan berbahaya, bisa membatalkan imannya.



    Ibnul Jauzi mengatakan bahwa ilmu syar’i akan menumbuhkan perasaan takut, sehingga muncul kehati-hatian dan memandang rendah kepada diri sendiri, dan akan membentuk sikap lebih banyak menahan kata-kata. Hal ini sebagaimana kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,



    مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ



    “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)



    Rasa takut inilah yang mendorong mereka untuk menahan kata-kata. Perhatikan kondisi para Salaf, kita pasti merasakan bahwa rasa takut telah menguasai hati mereka. Hingga mereka jauh dari ungkapan yang mengada-ngada. Seperti perkataan Umar bin Khattab, “Celakalah Umar jika tidak diampuni.” Demikian juga Abdullah bin Mas’ud, “Andai saja aku tidak dibangkitkan lagi setelah mati.” Demikian juga perkataan Aisyah, “Andai saja aku bisa menjadi orang yang tidak diperhatikan dan orang yang dilupakan.” Ini menunjukkan ketawaduan dan kerendahan diri, merasa bahwa mereka bukan apa-apa. Walaupun kita tahu kedudukan mereka luar biasa. Tapi mereka tidak menganggap suatu hal yang besar bagi diri mereka. Dan itu tidak menurunkan kadar mereka.



    Sufyan Ats-Tsauri saat ajal menjemputnya bertanya kepada Hammad bin Salamah, “Apa kamu mengira orang seperti aku akan diampuni?” Mungkin beliau teringat dosa-dosa, lalu beliau berkata perkataan seperti itu.



    Ibnul Jauzi mengatakan bahwa kata-kata seperti itu muncul dari para imam kaum muslimin. Hal ini karena kuatnya ilmu mereka tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kekuatan ilmu itu bisa memunculkan perasaan takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga memunculkan ketawadhuan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan di hadapan manusia.



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:



    …إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ…



    “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir[35]: 28)



    Ilmu yang mereka miliki mendorong mereka untuk takut kepada Allah daripada yang lainnya. Karena semakin tinggi ilmu seorang tentang Allah, maka semakin tebal rasa takutnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala...
    Tue, 26 Mar 2024 - 37min
Mostra altri episodi