Filtrer par genre

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756AM

Menebar Cahaya Sunnah

3854 - Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta
0:00 / 0:00
1x
  • 3854 - Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta

    Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 27 Syawal 1445 H / 06 Mei 2024 M.







    Kajian tentang Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta



    Kita sampai pada poin penyimpangan kaum sufi atau talbis iblis terhadap mereka dalam hal fisik dan harta, yaitu beberapa riwayat-riwayat yang dinukil dari mereka tentang penyiksaan terhadap diri atau membebani diri, kadang-kadang di luar kemampuan, dan memusnahkan harta atau membuang-buang harta dengan alasan takut terkena fitnahnya. Ini banyak dinukil dari kaum sufi, beberapa riwayat-riwayat kisah-kisah tentang penyiksaan diri atau sengaja menyulitkan, bahkan mencelakakan diri sendiri. Seperti yang dinukil oleh Abu Hamid al-Ghazali di dalam Ihya Ulumuddin. Dia berkata, bahwa ada orang tua aksudnya yang sangat malas untuk shalat malam pada fase-fase awal keinginannya menjalani kehidupan sufi. Disebutkan di sini bahwa dia memaksa dirinya berdiri sepanjang malam, dengan kepala di bawah kaki di atas. Kondisi seperti ini tentunya menyiksa diri. Itu dilakukannya, supaya jiwanya mau mengerjakan shalat malam secara sukarela tanpa ada rasa terpaksa.



    Ini salah satu dari banyak kisah tentang bagaimana bentuk-bentuk penyiksaan terhadap diri, menyiksa fisik, atau melakukan hal-hal yang tidak wajar. Berdiri normal saja sepanjang malam itu tidak pernah dilakukan nabi. Ada waktu yang diberikan untuk tidur, sebagaimana kata nabi ketika ada seorang yang berkata, “Ya Rasulullah, aku akan shalat malam terus, tidak akan tidur selama-lamanya, sepanjang malam setiap hari.” Maka nabi mengatakan, “Aku shalat, dan juga aku tidur.”



    Jadi, nabi juga tidur. Harus ada waktu yang kita berikan untuk diri. Padahal ini berdiri normal. Sementara yang dilakukan oleh orang ini, seperti yang diceritakan oleh Abu Hamid al-Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin, dia berdiri dengan kepala di bawah kaki di atas. Ini tentunya boleh dikatakan tidak masuk akal.



    Kemudian, kalaulah benar-benar dilakukan, itu adalah bentuk penyiksaan diri. Ini mirip latihan bela diri, bukan untuk memotivasi diri untuk mengerjakan shalat malam.



    Demikian pula sikap mereka terhadap harta yang cenderung akhirnya menyia-nyiakan dan membuang-buangnya. Sementara di dalam Islam, kita tidak boleh membuang-buang harta.



    Disebutkan di sini oleh Ibnul Jauzi bahwa ada yang mengatasi rasa cintanya terhadap harta dengan menjual seluruh asetnya. Lalu hasil penjualannya itu dibuang ke laut. Ini adalah membuang-buang harta. Sedangkan kita tidak boleh membuang-buang harta.



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,



    وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ…



    “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…” (QS. Al-Baqarah[2]: 195)



    Makna “Janganlah lemparkan dirimu sendiri kepada kebinasaan” yaitu kita tidak boleh juga membuang harta lalu membinasakan atau memudaratkan diri sendiri. Tidak usahlah dibuang, bahkan jika disedekahkan saja, maka tidak boleh seluruhnya, sehingga kita meninggalkan anak dan istri dalam keadaan fakir, terpaksa harus meminta-minta kepada manusia. Itu tidak dibenarkan juga,
    Tue, 07 May 2024 - 33min
  • 3853 - Senantiasa Mengajak Manusia Kepada Tauhid

    Senantiasa Mengajak Manusia Kepada Tauhid adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Minhaj Al-Firqah an-Najiyah wa ath-Tha’ifah Al-Manshurah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah TaslimM.A. pada Sabtu, 25 Syawal 1445 H / 04 Mei 2024 M.



    Kajian sebelumnya: Golongan Yang Selamat Fanatik Kepada Al-Qur’an dan Hadits







    Senantiasa Mengajak Manusia Kepada Tauhid



    Makna kalimat Laa ilaaha illallah yaitu tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. Inilah tauhid, inilah keyakinan yang ada di hati orang-orang yang beriman, dan inilah sebab yang menjadikan seorang hamba merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup di dunia dan di akhirat. Karena dengan seorang menjadikan dirinya benar-benar sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dengan itulah dia menempatkan dirinya di tempat yang sesuai dengan tujuan penciptaannya. Tentu dengan itu, dia akan mendapatkan semua kebaikan-kebaikan dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.



    Kita sampai di poin yang keempat. Beliau berkata Rahimahullahu Ta’ala, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menetap di Makkah selama 13 tahun, senantiasa beliau mengajak kepada orang-orang Arab.”



    Ingat, yang beliau ajak adalah orang-orang yang paham bahasa Arab, yang paham bahasa Al-Qur’an. Dan ajakan beliau yang utama adalah ajakan kepada Fitrah. Yakni, seharusnya kita berpikir Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak susah mengajak mereka, tapi kenapa sampai 13 tahun? Sementara yang paling utama beliau serukan adalah, “Ucapkanlah Laa ilaaha illallah , kalian akan beruntung.”



    Ini menunjukkan dakwah tauhid ini diulang-ulang, karena meskipun tauhid ini adalah pembahasan yang paling mudah, yang paling sesuai dengan fitrah manusia, sesuai dengan akal sehat manusia, tapi kita harus ingat godaan setan yang paling besar adalah berusaha untuk memalingkan manusia dari tauhid. Makanya Al-Qur’an diturunkan dengan petunjuknya yang sempurna, paling banyak membahas tentang masalah tauhid, paling banyak membantah tentang keburukan perbuatan syirik. Ini kitab yang diturunkan sebagai sebaik-baik petunjuk, isinya tentang itu.



    Perkara tauhid bukanlah perkara yang diremehkan. Seseorang butuh memahami tauhid dengan benar, dan tidak kalah pentingnya adalah dia butuh untuk mengamalkan dan istiqamah di atasnya, istiqamah di atas kalimat Laa ilaaha illallah, sampai menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan pentingnya, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama 13 tahun menyerukan kepada umatnya, orang-orang Arab yang mereka paham bahasa Arab, mereka paham isi Al-Qur’an. Beliau senantiasa menyerukan untuk mereka kembali kepada makna kalimat Laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah). Sebagaimana seruan dakwah para nabi yang lainnya ‘Alaihimush Shalatu was Salam,



    …يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ…



    “Wahai kaumku, sembahlah kalian kepada Allah semata-mata, karena tidak ada bagi kalian sembahan yang benar selain Dia.” (QS. Hud[11]: 84)



    Tue, 07 May 2024 - 55min
  • 3852 - Iman Kepada Para Rasul

    Iman Kepada Para Rasul adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarh Hadits Jibril fi Ta’limiddiin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Iqbal Gunawan, M.A pada Rabu, 22 Syawal 1445 H / 01 Mei 2024 M.



    Kajian sebelumnya: Iman Kepada Allah







    Kajian Islam Tentang Iman Kepada Para Rasul



    Iman kepada rasul yaitu keimanan kita bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih di antara hamba-hambaNya para nabi dan para rasul. Yang tentu tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, memurnikan tauhid hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan surga dan neraka, menurunkan kitab-kitab, dan mengutus para rasul. Tentu tujuan mereka adalah mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan memperingatkan mereka dari bahaya kesyirikan, karena semua nabi, maka pasti tema dakwah pertama mereka adalah,



    …يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ…



    “Wahai kaumku, sembahlah hanya kepada Allah, kalian tidak punya sembahan selain Allah.” (QS. Hud[11]: 84)



    وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ…



    “Dan sungguh telah Kami utus untuk setiap umat seorang rasul agar mereka menyeru, ‘Beribadahlah hanya kepada Allah dan jauhilah thaghut.'” (QS. An-Nahl[16]: 36)



    Jadi, para rasul adalah manusia-manusia pilihan. Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih mereka dari kaum mereka, hamba terbaik di antara mereka, untuk mengajak manusia mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla, meninggalkan segala yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla, dan memberi petunjuk kepada manusia menuju kebenaran, mengeluarkan mereka dari kegelapan, menuju cahaya Allah.



    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,



     اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ…



    “Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih dari para malaikat utusan-utusan, juga dari manusia.” (QS. Al-Hajj[22]: 75)



    Jadi, Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang telah berlalu pembahasannya, mengutus malaikat kepada para nabi, seperti Malaikat Jibril dan sebagian malaikat yang lain juga, mereka diberi tugas-tugas tertentu yang mereka adalah utusan-utusan Allah ‘Azza wa Jalla. Juga, Allah memilih dari para manusia utusan-utusan.



    Adapun dari kalangan Jin, maka tidak ada rasul dari kalangan Jin, yang ada di kalangan jin itu adalah para pemberi peringatan, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,



    وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنصِتُوا ۖ فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِم مُّنذِرِينَ



    “Dan ingatlah ketika Kami hadapkan kepadamu wahai Muhammad, sekelompok Jin yang mereka mendengarkan Al-Qur’an. Sekelompok Jin tersebut, ketika hadir mendengar Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mereka mengatakan, ‘Diamlah.’ Ketika selesai dibacakan Al-Qur’an kepada mereka, mereka kembali kepada kaumnya, memberi peringatan.” (QS. Al-Ahqaf[46]: 29)



    Tue, 07 May 2024 - 1h 16min
  • 3851 - Bab Keutamaan Shalat Isya dan Subuh Berjamaah

    Bab Keutamaan Shalat Isya dan Subuh Berjamaah merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Sabtu, 26 Syawal 1445 H / 05 Mei 2024 M.







    Bab Keutamaan Shalat Isya dan Subuh Berjamaah



    Kita masuk ke باب: فضل العِشاء والصّبح في جماعة (Bab keutamaan shalat isya dan subuh berjamaah).



    Hadits 324:



    Dari Abdurrahman bin Abi amrah, ia berkata, “Utsman bin Affan masuk ke masjid setelah shalat maghrib, lalu beliau pun duduklah sendirian. Lalu aku pun duduk kepadanya. Lalu Utsman berkata, ‘Hai anak saudaraku, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,



    مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ في جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ في جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ.



    ‘Siapa yang shalat isya berjamaah, maka seakan-akan ia shalat setengah malam, dan siapa yang shalat subuh berjamaah, seakan-akan ia shalat semalam suntuk.'” (HR. Muslim)



    Keutamaan shalat isya dan subuh berjamaah



    Di sini nabi mengabarkan bahwa shalat isya berjamaah itu sama dengan shalat setengah separuh malam, dan shalat subuh berjamaah itu sama dengan shalat semalam suntuk. MasyaAllah. Makanya ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang orang munafik,



     أَثْقَلَ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا



    “Shalat yang paling berat atas orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Seandainya mereka mengetahui bagaimana besarnya pahala yang ada pada shalat isya dan shalat subuh itu (maksudnya berjamaah), pasti mereka akan mendatanginya sambil merangkak.” (HR. Ibnu Majah)



    Shalat wajib jauh lebih utama daripada shalat sunnah



    Shalat isya berjamaah, kata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sama dengan shalat sunnah setengah malam, dan shalat subuh berjamaah sama seperti shalat sunnah semalam suntuk. Maka dari itu, jangan sampai kita lebih mengejar shalat malam, tapi kemudian melalaikan shalat wajib. Ada orang MasyaAllah shalat tahajud, tapi kemudian shalat subuhnya bablas. Kita katakan, Anda tertipu; Anda lebih mengejar pahala shalat sunnah tetapi melalaikan keutamaan shalat subuh berjamaah.



    Anjuran untuk shalat berjamaah



    Hadits ini menunjukkan anjuran untuk shalat berjamaah. Karena pahala ini didapatkan kalau kita berjamaah. Shalat isya berjamaah, pahalanya sama dengan shalat setengah malam. Berarti, kalau yang shalat isyanya sendirian, dia tidak mendapat pahala ini. Shalat subuh berjamaah seperti semalam suntuk, berarti kalau shalat subuhnya sendirian, tidak mendapat pahala seperti ini. Itu menunjukkan akan keistimewaan shalat berjamaah. Maka kita berusaha semaksimal mungkin semangat untuk pergi shalat berjamaah.



    Keistimewaan shalat isya dan subuh



    Hadits ini menunjukkan keistimewaan shalat isya dan shalat subuh berjamaah, bukan berarti shalat yang lain tidak punya keistimewaan. Shalat ashar punya keistimewaan, dimana shalat ashar disebut oleh Rasulullah sebagai shalatul wustha. Shalat ashar dikhususkan oleh Allah dalam FirmanNya,



    حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَان...
    Mon, 06 May 2024 - 57min
  • 3850 - Iman Kepada Allah

    Iman Kepada Allah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarh Hadits Jibril fi Ta’limiddiin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Iqbal Gunawan, M.A pada Rabu, 23 Ramadhan 1445 H / 03 April 2024 M.



    Kajian sebelumnya: Rukun Islam Kedua: Shalat







    Kajian Islam Tentang Iman Kepada Allah



    Kita sampai kepada bagian hadits yang berbunyi bahwa lelaki yang dia adalah malaikat Jibril yang menjelma sebagai manusia sempurna. Beliau bertanya kepada Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam, “Jelaskan kepadaku, apa itu iman?” Maka Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam menjawab,



    أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ.



    “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada rasul-rasulNya, kepada hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir baik dan takdir buruk.”



    Kemudian orang tersebut mengatakan, “Engkau benar.” Kemudian dia melanjutkan pertanyaannya lagi, “Beritahukan kepadaku, apa itu ihsan?” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,



     أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.



    “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tidak mampu melakukan hal tersebut, maka yakinlah bahwa Allah senantiasa melihatmu.”



    Lihat juga: Hadits Arbain Ke 2 – Pengertian Islam, Iman dan Ihsan



    Pada jawaban Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang iman tentu banyak sekali faedah yang bisa kita petik. Yang pertama, yaitu bahwa rukun iman yang pertama adalah iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah pondasi/asas dari rukun-rukun iman yang lain. Makanya, rukun-rukun iman yang lain disandarkan kepada iman kepada Allah, bahwa engkau beriman kepada Allah, kemudian malaikatNya, rasul-rasulNya, dan kitab-kitabNya.



    Jadi, rukun iman yang lain adalah cabang dari iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tidaklah seorang dikatakan beriman kepada rukun-rukun yang lain kecuali dia beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla, karena selainnya disandarkan kepada Allah; malaikat-malaikat Allah, Utusan-Utusan Allah, kitab-kitab yang Allah turunkan. Maka, siapa yang tidak beriman kepada Allah, maka tidak mungkin dia beriman kepada rukun-rukun iman yang lain.



    Tentunya iman kepada Allah juga mempunyai beberapa rukun, yaitu beriman kepada wujud Allah ‘Azza wa Jalla. Kita harus beriman bahwa Allah itu ada, dan adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak didahului dengan ketidakadaan, Allah tidak dikatakan dulu tidak ada kemudian ada, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga tidak akan binasa.



    Jadi, di antara nama-nama Allah adalah Al-Awwal (tidak ada sebelumnya sesuatu), dan Al-Akhir (tidak ada setelahnya sesuatu).



    Adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala ini secara fitrah tentu diakui oleh seluruh manusia, karena tidak ada seorang manusia pun kecuali lahir di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi,
    Fri, 03 May 2024 - 1h 22min
Afficher plus d'épisodes